Masjid Terapung Kota Bima

Muhamad Albimawy .

Jelajah Alam Bersama Siswa - Siswi

Muhamad Albimawy ( Baba Tampan ).

Program Pusdatin Pembatik Level 4

Muhamad Albimawy ( Baba Tampan ).

Program Sekolah Penggerak Dhuha Ceria Malaju

Muhamad Albimawy ( Baba Tampan ).

REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 2.3. COACHING SUPERVISI AKADEMIK

 

REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 2.3. COACHING SUPERVISI AKADEMIK


Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya Sebagai seorang ‘pamong’. Guru dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan Reflekstif dan Efektif  agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.


Salam Sehat Salam Bahagia Sahabat Semuanya , Semoga Selalu diberikan Keberkahan dalam kehidupan kita sehari – hari  aammiin

Sahabat hebat, kini perjalanan kami  Para Calon Guru Penggerak Angkatan 6   Dalam Program Pendidikan Guru Penggerak sudah hampir  setengah perjalanan dari keseluruhan program. Artinya kami sudah menjalani laku M-E-R-D-E-K-A (Mulai dari diri, Elaborasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, Aksi nyata) sebanyak setengah dari keseluruhan modul yang kurang lebih berjumlah 10 modul. Atau lebih tepatnya, kami sekarang sudah sampai pada tahap Refleksi Dwimingguan dari  2.3  MODUL 2.3. COACHING SUPERVISI AKADEMIK . Pada modul ini kami mempelajari tentang  Coaching Melalui Alur TIRTA apa pentingnya, apa revelansinya pada kegiatan pembelajaran kita dewasa ini, bagaimana caranya, bagaimana implementasinya dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, dan lain sebagainya. Dan lebih practical kami belajar tentang bagaimana menghadirkan mindfulness  Mendengar Dengan RASA ditengah-tengah warga sekolah secara konsisten. Kami juga mempelajari dan praktik implementasi penguatan Supervisi akademik melalui alur percakapan berbasisi Coahing  dengan Alur TIRTA  bagi keseluruhan warga sekolah dengan baik melalui pembelajaran eksplisit, integrasi ke dalam kurikulum, dan lain sebagainya.

 Para sahabat Guru Hebat semuanya , pada kesempatan kali ini , saya ingin berbagi tentang dokumentasi karya sederhana saya dalam memenuhi tugas tagihan membuat Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3  Coahing Supervisi Akademik

    Dalam menulis tagihan karya berupa refleksi ini, saya menggunakan refleksi Model Six Thinking Hats diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda; beberapa di antaranya terkadang mendominasi cara kita berpikir. Karena itu, dengan semakin sering melatih keenam “topi”, kita akan dapat mengambil refleksi yang lebih mendalam. Keenam topi tersebut berikut penggunaannya dalam jurnal refleksi  Sehingga, kemudian yang kami jadikan pertanyaan pemantik dalam membuat refleksi ini adalah

: 1) Topi putih: tuliskan informasi sebanyak-banyaknya terkait pengalaman yang terjadi. Informasi ini harus berupa fakta; bukan opini. Pendidikan Guru Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - April 2022

2) Topi merah: gambarkan perasaan Anda terkait dengan topik yang sedang dibahas, misalnya perasaan saat mempelajari materi baru atau saat menjalankan diskusi kelompok.

3) Topi kuning: tuliskan hal-hal positif yang terkait dengan topik tersebut.

4) Topi hitam: tuliskan kendala, hambatan, atau risiko dari tindakan/peristiwa yang sedang dibahas.

5) Topi hijau: jabarkan ide-ide yang muncul setelah mengalami peristiwa tersebut.

6) Topi biru: tarik kesimpulan dari peristiwa yang terjadi, atau ambil keputusan setelah mempertimbangkan kelima sudut pandang lainnya. Bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

1.     Dan adapun refleksi yang saya buat kali ini adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pemantik tersebut. kami tuangkan dalam format video, dan berikut ini adalah videonya jangan lupa like . Coment adn Share  Terimakasih  salam Bahagia 


Sekian refleksi yang kami tuliskan pada minggu ini

terima kasih 😊

 


Refleksi Dwi Mingguan modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

 

REFLEKSI DWI MINGGUAN PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL



    Assalamu alaikum. Salah Sehat Salam Bahagia Sahabat Semuanya , Semoga Selalu diberikan Keberkahan dalam kehidupan kita sehari – hari  aammiin

Sahabat hebat, kini perjalanan kami  Para Calon Guru Penggerak Angkatan 6   Dalam Program Pendidikan Guru P enggerak sudah hampir  setengah perjalanan dari keseluruhan program. Artinya kami sudah menjalani laku M-E-R-D-E-K-A (Mulai dari diri, Elaborasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, Aksi nyata) sebanyak setengah dari keseluruhan modul yang kurang lebih berjumlah 10 modul. Atau lebih tepatnya, kami sekarang sudah sampai pada tahap Refleksi Dwimingguan dari Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional. Pada modul ini kami mempelajari tentang well-being (kesejahteraan psikologis) apa pentingnya, apa revelansinya pada kegiatan pembelajaran kita dewasa ini, bagaimana caranya, bagaimana implementasinya dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, dan lain sebagainya. Dan lebih practical kami belajar tentang bagaimana menghadirkan mindfulness ditengah-tengah warga sekolah secara konsisten. Kami juga mempelajari dan praktik implementasi penguatan KSE (kompetensi sosial emosional) bagi keseluruhan warga sekolah dengan menghadirkan PSE (pembelajaran sosial emosional), baik melalui pembelajaran eksplisit, integrasi ke dalam kurikulum, dan lain sebagainya.

 Para sahabat Guru Hebat semuanya , pada kesempatan kali ini , saya ingin berbagi tentang dokumentasi karya sederhana saya dalam memenuhi tugas tagihan membuat Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional.

Dalam menulis tagihan karya berupa refleksi ini, saya menggunakan refleksi model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. Model ini lalu diadaptasi kedalam bahasa Indonesia menjadi 4P yaitu: Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran, Penerapan). Sehingga, kemudian yang kami jadikan pertanyaan pemantik dalam membuat refleksi ini adalah

  1. Apa yang kami (CGP) lihat dalam proses tersebut? (Peristiwa)
  2. Apa yang kami (CGP) rasakan sehubungan dengan proses yang Anda alami? (Perasaan)
  3. Apa hal yang bermanfaat dari proses tersebut? (Pembelajaran)
  4. Apa umpan balik yang kami (CGP) dapatkan? (Pembelajaran)
  5. Apa yang ingin kami (CGP) perbaiki atau tingkatkan, agar ini berdampak lebih luas? (Penerapan)


Adapun model yang saya gunakan dalam penulisan jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) menggunakan Model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) antara lain :

1. Facts (Peristiwa)

Pengalaman : Pada minggu ini  dibulan  November 2022 kami melakukan kolaborasi dalam menerapkan Pembelajaran Sosial Emosional yang sudah dilakukan  dan yang akan dilakukan. Kami membuat kegiatan kompetensi kesadaran diri dan Keterampilan Berelasi . Pada setiap  kompetensi dibuat dalam ruang lingkup secara rutin, terintegrasi dalam pembelajaran

Hal Baik          : Dalam kegiatan PSE ini membuat murid mengenal emosinya dan berbagi untuk mengelola emosi untuk lebih baik, menunjukkan integritas dan kejujuran dapat menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai.

Hambatan     : Ada beberapa murid masih mempunyai emosi negatif tetapi tidak mau terbuka dan kurang mempedulikan pendapat  dari temannya.

Solusi              : Melakukan kegiatan stimulasi kepada murid agar dapat mengelola emosi negatif dan memberikan masukan, arahan pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif agar lebih fokus dalam pembelajaran. 

 

2. Feelings (Perasaan) 

    Pembelajaran    : Saya merasa senang dan bahagia karena penerapan pembelajaran sosial dan emosional ini murid menjadi lebih antusias dalam mengikuti setia kegiatan pembelajaran dan dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang serta pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif dari diri murid. 

Penerapan PSE : Melakukan pendekatan emosianal yang dapat mendorong murid menjadi lebih berimpati, percaya diri, dan partisipatif dalam setiap kegiatan pembelajaran sehingga lebih optimal dan menimbulkan perasaan senang dan menyenangkan. 

3. Findings (Pembelajaran) 

    Pelajaran dari Proses PSE :  Pembelajaran Sosial dan Emosional, murid dapat menyadari, melihat, mendengarkan, merasakan, mengalami berbagai pengalaman belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosionalnya. Dampak pembelajaran sosial dan emosional dapatnmeningkatkan performa akademik murid dalam jangka panjang.

Hal baru tentang diri saya : Saya dapat menemukan bahwa melalui pembelajaran sosial dan emosional ini dapat membantu menciptakan pembelajaran yang efektik dan menyenangkan. 

 

4. Future (Penerapan) 

Hal serupa di masa depan : Penerapan KSE dengan teknik yang berbeda dan disesuaikan dengan kodrat alam dan zaman dari setiap individu murid. 

Aksi setelah belajar PSE    : Melakukan berbagai kegiatan praktik baik Pembelajaran Sosial dan Emosional di komunitas praktisi untuk membangun budaya positif di kelas maupun di lingkungan sekolah untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat membahagiakan murid.

                 " Salam Sehat . Salam Bahagia "

 

 

Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.1 Pembelajaran Berdirefensiasi MODEL Driscoll

 

Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.1 Tentang Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdirefensiasi. 



Assalmu alaikum warrahmatullahi wa barrakkatu , Salam Sehat Sahabat hebat semuanya ,  Semoga senantiasa baik dan sehat, dan bersemangat untuk menjalankan aktivitas kita sehari-hari.

Pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi tentang dokumentasi karya sederhana saya dalam memenuhi tugas Sebagai Pendidikan Guru Penggerak , membuat Refleksi Dwi mingguan Modul 2.1 Tentang Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdirefensiasi. 

Dalam menulis tagihan karya berupa refleksi ini, saya menggunakan refleksi Driscoll.  Model ini diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). Model yang dikenal dengan Model “What?” ini pada dasarnya terdiri dari 3 bagian, namun dapat dikembangkan dengan berbagai variasi bergantung pada pertanyaan detail yang dipilih.

1) WHAT? (Deskripsi dari peristiwa yang terjadi)

  • Apa yang terjadi?
  • Apa yang saya lihat/dengar/alami?
  • Apa reaksi saya pada saat itu?
  • Apa yang orang lain lakukan pada saat peristiwa itu terjadi?

2) SO WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi)

  • Bagaimana perasaan saya pada saat peristiwa itu terjadi?
  • Apakah yang saya rasakan sama/berbeda dengan orang yang mengalami kejadian yang sama?
  • Apakah saya masih merasakan perasaan/dampak yang sama jika dibandingkan dengan perasaan/dampak langsung setelah peristiwa?
  • Kecenderungan apa yang saya amati dari diri saya ketika menghadapi peristiwa serupa?
  • Mengapa saya bisa memiliki kecenderungan tersebut?
  • Setelah mengalami peristiwa tersebut, apa hal yang berubah dari pendapat, pemikiran, atau apapun yang Anda yakini sebelumnya?

3) NOW WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)

  • Apakah kejadiannya akan berbeda jika pada saat itu saya mengambil langkah yang berbeda?
  • Di mana saya bisa mendapatkan informasi tambahan agar bisa siap ketika menghadapi peristiwa serupa di masa depan?
  • Dukungan apa yang saya butuhkan agar bisa menindaklanjuti refleksi saya?
  • Bagian mana yang sebaiknya saya kerjakan lebih dulu?
  • Setelah Anda melakukan pembelajaran ini, apa hal baru yang ingin Anda bagikan kepada rekan atau lingkungan Anda?

1) WHAT? (Deskripsi dari peristiwa yang terjadi)

Modul 2.1 dengan materi Pembelajaran berdiferensiasi ,Perjalanan mempelajari modul 2.1 merupakan kelanjutan dari modul sebelumnya yaitu modul 1. Kegiatan diawali dengan pre-test dengan soal sebanyak  30  soal, pada saat mengerjakan pre-test mendapatkan kesulitan di karena jaringan yang tidak mendukung sehingga saat mengerjakan pre-test pada pukul 14.30 ,sehingga waktu yang ditentukan tidak dimaksimalkan dengan baik . Pembelajaran menggunakan alur MERDEKA (Mulai dari diri sendiri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata).

Mulai dari diri merupakan awal untuk mempersiapkan diri dalam menerima pengetahuan baru pada modul 2.1, kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi konsep pemikiran kita dari modul yang sudah dipelajari, diskusi dengan rekan CGP dalam ruang kolaborasi untuk menemukan kesamaan persepsi serta saling memberi masukan konstruktif dalam menyusun rencana pembelajaran berdiferensiasi, secara mandiri menyusun RPP berdiferensiasi diunggah di LMS untuk mendapat umpan balik dari sesama CGP , Pengajar Praktik Pak Suherman dan fasilitator Muhammad Wajdi , mendapat penguatan dari narasumber dalam elaborasi pemahaman, membuat keterkaitan dengan materi sebelumnya yang sudah dipelajari, dan diakhiri dengan aksi nyata praktik pembelajaran berdiferensiasi di kelas sesuai dengan RPP yang sudah dibuat.  

2) SO WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi)

Saat pertama saya melihat judul materinya pembelajaran berdiferensiasi saya masih Jauh dari angan angan saya dengan kata berdiferensiasi, namun setelah membaca rangkaian materi pada LMS saya baru memahami ternyata pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang di butuhkan oleh murid pembelajaran yang memenuhi kebutuhan murid sesuai minat murid. Saya merasa senang mengikuti dan mendapatkan kesempatan untuk mempelajari modul ini Pembelajaran berdiferensiasi, karena memang saya kadang hanya menyajikan satu media saja pada pemberian materi sedangkan kebutuhan siswa/gaya belajar siswa beragam. Ada siswa yang belajar melalui audio,visual,dan kinestetik. Dengan keberagaman gaya belajar siswa maka seorang guru harus dapat memenuhi kebutuhan belajarnya begitu juga dalam menyajikan produk hasil belajar. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan hasil karyanya dalam berbagai hasil karya sesuai minat dan bakat siswa. 

Pembelajaran berdiferensiasi didesain agar guru bisa melaksanakan pembelajaran yang mampu mengakomodir berbagai macam kebutuhan belajar murid. Guru harus memiliki kepekaan dalam merespon semua kebutuhan belajar murid, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan : bagaimana kesiapan belajar murid; bagaimana minat murid terhadap materi pembelajaran kita; dan seperti apa profil belajar murid. Kemudian dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu juga memperhatikan strategi : diferensiasi konten; diferensiasi proses; dan diferensiasi produk. Dan dalam proses penilaian, guru menggunakan penilaian berjenjang. Harapannya, semua murid bisa memperoleh kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran, sehingga lingkungan yang aman dan nyaman pun akan didapatkan murid.

3) NOW WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)

Kami sangat bersukur mendapat bagian dalam kegiatan Guru Penggerak ini, karena kami mendapat banyak sekali pengetahuan baru dan sharing pengalaman baik dari rekan rekan CGP yang tentunya sangatlah harus kami aplikasi dalam proses pembelajaran di sekolah kami. dan seandainya kami belum berkesempatan mengikuti kegiatan ini, mungkin saja proses pengajaran dan pembelajaran yang kami lakukan di sekolah masih tetap menggunakan model dan paradigma lama serta tidak berpihak pada murid

Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat diselenggarakan secara efektif,  Sebagai langkah awal maka perlu pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan, minat dan profil belajar murid, agar guru dapat menentukan perbedaan konten, proses, serta produk dalam kegiatan pembelajaran. Data pemetaan bisa diperoleh dari data murid pada tahun/semester sebelumnya, melalui angket, melalui pengamatan, atau wawancara dengan sesama rekan guru dan wali murid. Pembelajaran berdiferensiasi bukan sesuatu yang baru namun sudah di laksanakan oleh semua guru namun terkadang guru lupa dan ingin selalu di posisi zona nyaman dengan tidak memenuhi kebutuhan belajar siswa. Dengan mempelajari modul pembelajaran berdiferensiasi guru di ingatkan kembali di bangkitkan lagi semangat nya agar terwujud merdeka belajar dengan pembelajaran yang berpihak pada murid. Saya menerapkan pembelajaran berdiferensiasidi disekolah memulai dengan diferensiasi konten yaitu menyediakan berbagai media dalam pembelajaran seperti gambar, vidio, maupun audio yang disesuaikan dengan profil belajar murid.

Kemungkinan Outputnya akan berbeda jika misalnya saya sudah mengenal apa dan bagaimana menerapkan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan murid dengan implimentasi pembeljaran berdiferensiasi , dengan demikian kedepan saya harus terus meningkatkan dan mengembangkan terus kompetensi saya sebagai guru. Dan aktif mengikuti pengembangan diri dan keprofesional yang berkelanjutan melalui pelatihan -pelatihan , webinar, workshop , bimtek dan lain sebagainya.

Untuk menindaklanjuti refleksi saya, tentunya sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama kepala sekolah, rekan sejawat dan warga sekolah lainya. Dan mengajak semua pihak yang berkepentingan untuk lebih proaktif dalam menerapkan pembelajaran diferensiasi. Dengan berkolaborasi yang baik terus berbagi dan berinovasi.terus menggerakan komunitas yang ada .  Serentak bergerak untuk mewujudkan merdeka belajar.

    Dan adapun refleksi yang saya buat kali ini adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pemantik tersebut. Selanjutnya,  kami tuangkan juga  dalam format video, dan berikut ini adalah videonya. Selamat menonton dan jangan lupa  Comment ,Like and Share,, terimakasih atas Masukan dan Saran


Koneksi antar Materi Modul 2.3. Coaching

             


Pengertian Coaching

Coaching merupakan kegiatan percakapan yang menstimulasi pemikiran coachee dan memberdayakan potensi coachee. Para ahli mendefinisikan coaching sebagai, “sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee “(Grant, 1999). Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).

Coaching dalam Pendidikan

Coaching dalam dunia pendidikan sangat sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dalam coaching ini ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup sesuai tuntutan alam dan zaman. Dalam proses coaching guru sebagai pamong mengajukan pertanyaan efektif dan reflektif untuk menggali segala potensi yang dimiliki murid dengan tidak memberikan solusi akan tetapi mengarahkan mencari solusi.

Coach mempunyai peran yang sangat penting pula dalam sistem among yang digaungkan Ki Hajar Dewantara. Pendidik sebagai penuntun bagi anak didiknya haruslah mampu melakukan pendekatan melalui proses komunikasi. Komunukasi yang dapat membangun kanyaman dan kesetaraan sehingga tercipta rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid. proses komunikasi yang dijalankan melalui serangkaian proses untuk menemukenali segala apa yang dimilki murid sebagai bentuk kekuatan untuk menyelesaikan sagala apa yang dihadapinya. 

Guru sebagai coach merefleksikan kebebasan murid untuk menemukan berbagai kekuataan yang dimiliki mereka dengan penuh kasih sayang dan persaudaraan. Guru sebagai coach menghindari keinginan untuk memaksakan kehendak dan mengharapkan pamrih, mensucikan diri tanpa ikatan menjadikan murid insan paripurna.

Salah satu bentuk untuk melejitkan potensi murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, pembelejaran yang selalu memperhatikan kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar. Guru sebagai coach dibutuhkan untuk menggali kebutuhan murid sehingga guru dapat mendisain proses       pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid. 

Selain itu, secara social emosional  segala potensi murid dapat berkembang secara maksimal. Proses coaching dapat berjalan degan mengoptimalkan ranah social emosional sehingga setiap murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannnya sendiri. Segala potensi akan tergali dengan proses coaching yang dilakukan guru. Murid akan menemukan kedewasaan dalam menghadapi setiap kemelut dalam hidupnya dan mereka akan menemukan jati diri dengan proses coaching yang dilakukan guru. Pada akhirnya mereka akan mampu hidup bebas dan merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai kekuatan dan potensinya masing-masing. 

Coaching tidak hanya berawal dari masalah tetapi dari kondisi yang memungkinkan peserta didik mampu memaksimalkan potensi dan kekuatannya untuk menemukan dan menyelesaikannya sendiri.  Mentoring merupakan proses dilakukan ahli dengan berbagi pengalaman kepada mantee untuk menyelesaikan masalahnya. Sedangkan konseling konselor memberikan bantuan solusi untuk menyelesaikan masalah konseli.

Coaching yang dilakukan coach kepada coachee sedikitnya membutuhkan empat keterampilan diantaranya:

  1. üKeterampilan membangun dasar proses coaching
  2. ü Keterampilan membangun hubungan baik
  3. ü Keterampilan berkomunikasi
  4. ü Keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Dalam proses coaching ada salah satu model yang biasa digunakan oleh coach. Model yang dikembangkan dari Salah satu model GROW. Model GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini; Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee; Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi; dan Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya. Model GROW menjadi pijakan dalam melakukan coaching yang selanjutnya dikembangkan menjadi model TIRTA yang meliputi langkah-langkah Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi coachee; dan  Tanggung jawab/komitmen. Dalam Aksi Aspek berkomunikasi untuk mendukung praktik coaching antara lain, Komunikasi Asertif menjadi Pendengar aktif, Bertanya reflektif  dan Umpan balik positif.

Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?

Sebagai seorang coach di sekolah, saya berupaya menggali potensi dan menuntun murid saya memperbaiki lakunya, karena sebagai ciach saya wajib menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Guru (coach) memberikan ruang kebebasan untuk murid dalam menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada  agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Kaitan proses coaching dengan pembelajaran diferensiasi (modul 2.1)

Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran berdasarkan kebutuhan murid (kesiapan belajar murid, minat murid dan profil belajar murid). melalui proses coaching yang dilakukan oleh guru (coach) dengan murid (coachee) maka guru dapat melaluikan identifikasi kebutuhan  belajar murid yang akan dijadikan sebagai dasar proses pelaksanaan pembelajaran sehingga akan mengembangkan minat, bakat dan potensi yang ada didalam diri, dengan demikian akan terwuduj pembelajar yang merdeka yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Kaitan proses coaching dengan pembelajaran sosial emosional (modul 2.2)

Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran tentang pengendalian emosi dalam diri yang meliputi kesadaran diri, manajemen diri, pengambilang keputusan yang bertanggung jawab, kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. PSE sangat mendukung proses coaching, sementara proses coaching sangat diperlukan pemahaman tentang PSE. Karena melalui PSE maka baik coach dan coache akan saling menghargai sehingga dapat hadir sepenuhnya dalam proses coaching (presence), mendengarkan dengan rasa, ada rasa ingin tahu dari coach dan menimbulkan empati.  

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Coaching menjadi salah satu sarana untuk memastikan bahwa supervisi akademik yang dijalankan benar berfokus pada proses pembelajaran yang berpihak pada murid, melalui coaching juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri pendidik. Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah, Guru terhadap rekan sejawatnya, Guru terhadap Murid nya sebangai pemimpin pembelajaran  untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya. Karena melalui proses coaching ini adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.

Refleksi Proses Coaching disekolah

  • Coahing membantu murid untuk meningkatkan potensi diri . coaching disekolah akan membantu  mengubah pola pikir dalam memberdayakan murid untuk menjadi individu pembelajaran mandiri
  • Melalui proses coaching ini membantu guru dalam menuntun segala kekuatan kodrat murid untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam memperbaiki lakunya

Kuda hitam berlari dengan cepat

Berlari sepanjang pantai utara

Mari belajar menjadi coach yang hebat

Wujudkan guru merdeka dan sejahtera

salam Guru Penggerak