1.4.a.8. Koneksi Antar Materi ( Budaya Positif )

 


Budaya positif
di Sekolah merupakan nilai- nilai keyakinan dan asumsi dasar yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan diyakini di sekolah. Budaya positif tersebut berisi kebiasaan –kebiasaan yang disepakati bersama dan dijalankan dalam waktu yang lama dengan memperhatikan kodrat anak dalam hal ini kodrat zaman  dan kodrat alam serta berpihak pada murid sesuai filosofi Ki Hajar Dewantara.

             Budaya Positif sekolah adalah budaya yang mendorong semua warga sekolah memiliki kebiasaan dan disiplin diri yang baik, guna mewujudkan murid berkarakter Profil Pelajar Pancasila. Dan untuk mencapai semua itu Budaya positif erat kaitannya dengan  peran dan nilai Guru.Peran dan nilai Guru sangat penting,diantaranya guru sebagai pemimpin pembelajaran yang akan menciptakan lingkungan kelas maupun sekolah yang nyaman dan kondusif dan mewujudkan kepemimpinan murid.

             Budaya positif di terapkan disekolah guna membentuk karakter, Budi pekerti dan akhlak mulia murid hal ini sangat sesuai dengan filosofi Ki hadjar Dewantara dimana pendidikan tujuan utamanya adalah memperbaiki laku dan menebalkan garis-garis yang masih samar dengan cara menuntun semua kodrat yang ada pada anak guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi –tingginya. Guru memberi contoh dan menjadi teladan melakukan kebiasaan positif. Kebiasaan positif dilakukan berulang –ulang akan menjadi budaya positif dan akhirnya menjadi karakter. Dalam hal ini berkaitan dengan filosofi Ki Hadjar yakni Guru menjadi teladan “Ing Ngarso Sungtulodo”

             Menciptakan budaya positif merupakan visi dan misi guru penggerak yakni pelajar yang berakhlak mulia, disiplin, jujur  dan berkarakter profil pelajar pancasila. Untuk mewujudkam visi  seorang guru harus melaksanakan perannya dengan baik,  selalu tergerak, bergerak  dan menggeraka orang lain dalam melakukan perubahan.

Dalam membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri dan bertanggung jawab. Disinilah peran guru dijalankan dengan baik jangan sampai salah mengambil tindakan. Karena Selama ini guru berpikir disiplin dikaitkan dengan kontrol, yakni kontrol guru dalam menghadapi murid. Dr.William meluruskan beberapa miskonsepsi tentang Kontrol yaitu, (a)ilusi guru mengontrol murid (b) ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat (c) ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter (d) ilusi bahwa orang dewasa memilki hak untuk memaksa.

            Selama ini kata disiplin sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh  berbeda, karena belajar tentang disiplin positif  tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternative terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali. Guru harus bisa memberi rasa aman, bahagia dan menyayangi siswa sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara yakni “menghamba pada anak” Dalam mewujudkan murid yang merdeka harus ada disiplin yang kuat, disiplin dimaksud adalah disiplin diri, yang memilki motivasi internal. Ada 3 motivasi yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu

(a) Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

(b) untuk memdapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain

(c) untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan  nilai –nilai yang mereka percaya.

            Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam  atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Penerapan disiplin terhadap suatu  pelanggaran keyakinan atau peraturan yang disepakati bisa berupa hukuman, sanksi/ konsekuensi dan restitusi. Hukuman merupakan identitas gagal sedang disiplin melalui sanksi/konsekuensi dan restitusi merupakan identitas berhasil/sukses. Dalam membuat dan menjalankan keyakinan kelas dibutuhkan keterampilan guru dalam menerapkan nilai dan peran sebagai guru.

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Yaitu memenuhi satu atau lebih kebutuhan dasar kita. Ada 5 kebutuhan dasar manusia yaitu (a) bertahan hidup (b) cinta dan kasih sayang (c) kebebasan (d) kesenangan (e) kekuasaan. Dalam memenuhi kebutuhan murid Guru harus berkiblat pada filosofi Ki Hadjar dewantara yakni menghamba pada murid, dan kodrat anak bermain serta menjalankan peran dan nilai guru yakni mewujudkan kepemimpinan murid dan berpihak pada muri

Model disiplin yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan lima posisi control. Kelima posisi control tersebut adalah (a) penghukum (b) pembuat orang merasa  bersalah (c) teman (d) Monitor/ pemantau (e) manajer. Dari kelima posisi kontrol ini  perilaku control negative termasuk identitas gagal yakni dengan menghukum dan pembuat orang merasa bersalah. Sedang perilaku control positif termasuk identitas berhasil/sukses yakni posisi teman, monitor/pemantau dan manajer. Guru diharapkan mampu mengambil dan menjalankan posisi manajer dalam mendisiplinkan diri siswa.

            Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen;2004). Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seprti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah.


Cirri-ciri restitusi yang membedakan dengan program disiplin lain adalah

  1. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
  2. restitusi memperbaiki hubungan
  3. restiyusi adalah tawaran, bukan paksaan
  4. restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
  5. restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
  6. restitusi diri adalah cara yang paling baik
  7. restitusi focus pada karakter bukan tindakan
  8. restitusi menguatkan
  9. restitusi focus pada solusi
  10. restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya. Adapun Tahapan untuk menyiapkan murid melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi yakni tahapan

(1) menstabilkan identitas

(2) validasi tindakan yang salah

(3) menanyakan keyakinan. Dalam hal ini guru bisa menjalankan perannya dengan baik dalam menyelasaikan persoalan atau kasus yang dihadapi murid melalui segitiga restitusi.

 

Setelah mempelajari Modul ini Mulai dari

1.1                  Refleksi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara

1.2                Nilai – nilai Guru Penggerak

1.3                 Visi Guru Penggeak

1.4                Budaya Positif

Semuanya telah tercerahkan bagaimana menjadi Guru yang bergerak , tergerak dan menggerakkan mewujudkan merdeka belajar.



Rancangan untuk Aksi Nyata

Judul Modul : MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN MURID YANG BERKARAKTER MELALUI BUDAYA POSITIF

Nama Peserta            : Muhamad, S.Pd Gr

 

Latar Belakang

Salah satu pendidikan yang penting dalam membangun peradaban yang baik adalah pendidikan karakter . Pendidikan karakter di sekolah merupakan sebuah keharusan yang harus dilakukan sekolah dalam melahirkan generasi penerus yang memiliki karakter . Pendidikan karakter bisa dikatakan sebuah kebutuhan yang mendasar dan urgent sehingga dengan pendidikan karakter inilah siswa dapat diberikan bekal bukan hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi akan tetapi jauh lebih dari itu adalah karakter yang baik yang nantinya mampu menjadikan dirinya menjadi pribadi yang  baik dan membawa dampak yang positif baik di dalam keluarga maupun masyarakat sekitar.

Salah satu wujud dari pembentukan karakter murid adalah melalui budaya positif. Budaya positif di sekolah merupakan nilai-nilai, keyakinan- keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada siswa agar siswa dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang disiplin, bertanggung jawab, kritis, mandiri,dan penuh hormat. Intinya sesuai pemikiran Ki Hajar Dewantara, guru berperan sebagai penuntun segala kekuatan nkodrat yang ada pada murid untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi- tingginya dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman.  Budaya positif menuntun siswa untuk melakukan hal positif sehingga dapat membentuk karakter baik yang kelak akan bermanfaat bagi masa depan nya.

Pendidikan berupaya memenuhi kodrat kebutuhan tumbuh kembang anak. Sesuai dengan pemikiran KI Hadjar Dewantara yaitu “Menghamba pada anak”, menghamba ini bukan berarti kita menyembah anak akan tetapi Pendidikan harus berorentasi pada kebutuhan pada anak, sehingga anak dapat  berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya. Menciptakan rasa aman, nyaman dan Bahagia.

Budaya positif di sekolah merupakan nilai-nilai, keyakinan dan asumsi dasar yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan diyakini di sekolah. Budaya positif tersebut berisi kebiasaan-kebiasaan yang sudah disepakati bersama dan dijalankan dalam waktu yang lama dan berpihak pada anak. Langkah awal yang dilakukan untuk menciptakan budaya positif adalah dengan membuat keyakinan kelas untuk membantu  siswadan murid menciptakan pembelajaran yang efektif.

Upaya dalam menanamkan budaya positif di sekolah, guru memiliki peran sentral yaitu posisi kontrol guru sebagai manajer dalam menerapkan budaya positif. Guru juga berperan sebagai motivator dan inspirator dalam menumbuhkan budaya positif sehingga nantinya guru akan menjadi “ing ngarso sung tulodho” dan menjadi agen transformasi peruba han untuk mewujudkan murid yang memiliki karakter profil pelajar Pancasila. Dalam menciptakan budaya positif, guru tentunya harus bekerjasama dengan warga sekolah dalam hal ini kepala sekolah, rekan-rekan guru dan juga murid serta melibatkan orangtua  dan masyarakat sekitar. Adanya kolaborasi antara pihak sekolah dengan masyarakat dapat mewujudkan generasi emas dan berkarakter.

Tujuan

1            Menumbuhkan karakter unggul murid melalui budaya positif dikelas maupun dirumah,

2      menumbuhkan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, kreatif, percaya diri dan saling menghargai lewat keyakinan kelas. 

3.      Menumbuhkan motivasi instriksi dalam menerapkan budaya positif


Tolak Ukur

1                         Terbentuknya keyakinan kelas yang menjadi pedoman kelas

2                       Siswa dan Guru konsisten dalam menjalankan keyakinan kelas yang disepakati 3

3                       Adanya karakter baik dalam diri siswa seperti mandiri, jujur, disiplin, percaya diri, sopan santun, dan saling menghargai

4                       Adanya motivasi dari diri siswa untuk belajar dan menghargai

 

Linimasa Tindakan yang akan dilakukan

 Adapun rincian dari tindakan aksi nyata yang dilakukan adalah: •

MINGGU I : - Berkoordinasi dengan kepala sekolah, Guru senior dan teman sejawat. - Sosialisasi kepada warga sekolah konsep inti budaya positif - Menyusun rencana aksi nyata - Menyusun program budaya rutin sekolah

MINGGU II : - Memberikan pengetahuan kepada murid akan pentingnya membangun budaya positif kelas. - Membuat keyakinan kelas

MINGGU III : - Melakukan kegiatan budaya positif secara rutin - Melaksanakan keyakinan kelas secara konsisten

MINGGU IV : - Melakukan evaluasi dan tindak lanjut

 

Dukungan yang dibutuhkan

1.      Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran dimana kami bisa meminta petunjuk dan arahan yang bisa dilakukan untuk mengefktifkan Langkah kami.

2.     Teman Sejawat/guru sebagai partner kerja dalam berkolaborasi dan sharing tentang pengalaman penanaman budaya positif kelas.

3.      Murid sebagai subjek yang kami tanamkan Budaya positif

4.      Orang Tua sebagai partner untuk memantau perubahan-perubahan positif pada murid




0 komentar:

Posting Komentar